Wednesday 30 September 2009

Roro Mendut Dan Pranacitra

Roro Mendut merupakan salah satu istri dari Tumenggung Wiraguna pada jaman raja Sultan Agung. Dalam babad Sultan Agung diceritakan bahwa Ni mbok Roro Mendut disamping cantik dandanannya serba patut, murah senyum, dan tingkah lakunya berbeda dengan para selirnya. Pada waktu Sultan Agung memerintahkan Tumenggung Wiraguna pada proyek pembendungan Kali Gajah disitu dilakukan berbagai upacara. Tumenggung Wiraguna memanggil orang-orang yang akan dipekerjakannya. Tumenggung Wiraguna dalam mengawasi pekerja atau menunggu proyek sambil bermain judi. Dalam dunia perjudian ini ada sebuah nama yang tidak boleh dilupakan, yaitu Pranacitra. Pranacitra ini tinggal di Batakenceng. Ia termasuk orang kaya dengan koleksi pedang, keris, tombak dan berbagai ternak seperti kambing, itik, ayam, burung merpati, juga seperangkat gamelan. Namun pada saat itu bagus Pranacitra sedang prihatin sakit panasnya kumat. Berita sakitnya Pranacitra ini telah tersebar kepada kawan kawan seperjudiannya. Sehingga kawan kawan nya salah satunya bernama Bagus Jalar memberikan nasehat untuk membeli rokok dari Wirogunan, mbok Roro Mendut penjualnya. Mereka cerita pada Bagus Lola anak Pranacitra kalau sakit menginya sembuh setelah diobati rokok dari Wirogunan tersebut. Lalu Bagus Lola dan Bagus Jalar masuk rumah menemui Pranacitra yang telah sakit parah. Disampaikannya untuk diobati dengan rokok wangi mbok Roro Mendut penjualnya. Pranacitra pasrah saja dan menuruti saran dari Bagus Jalar untuk membelikan rokok wangi nya Roro Mendut. Dengan memberikan uang, Pranacitra berkata. “ Jalar, belikanlah saya rokok wangi itu. Jika nanti dapat sembuh, sungguh saya bernadar. Saya akan membeli sendiri rokok wangi itu dan saya menginap semalam disana”. Cepat-cepat Jalar berangkat membeli rokok itu. Roro Mendut penjual rokok itu, terkenal kecantikannya. Siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta.

Ketika itu Jalar tiba disana dan berkata; “Saya mau membeli rokok seratus ringgit. Berilah dua batang rokok saja”. Roro Mendut tersenyum serta mengerling. Katanya kemudian, “Saya tidak menawarkan, jika membeli sebatang berkatalah sebatang. Orang orang antri membeli rokok di warung Roro Mendut. Tetangga tetangganya pada heran melihat larisnya rokok dagangan Roro Mendut. Beberapa saat kemudian Jalar menyambung percakapannya, “aduh, mbok Roro, perkenankanlah sekali ini saya dan tujuan saya hanyalah untuk obat. Kiai sakit nafas”. “Kiai siapa yang dimaksudkan itu?”. “ Ki Pranacitra yang bertempat tinggal di Batakencang. Ia adalah botoh yang terkenal, tetapi sekarang tidak dapat menghadiri persabungan”. “Tetapi mengapa ia berani membeli rokok dengan harga yang mahal?”. “Ya malah bernadar, jika ternyata dapat sembuh, ia kan menginap disini semalam”. Sesudah menerima rokok, Jalar minta pamit terus pulang ke Batakenceng. Sesampainya disana Ki Pranacitra dijumpainya sedang berada di tempat tidurnya dengan nafas sengal sengal. Anak istrinya menunggu disana, Bagus Lola sedang memijiti Pranacitra. Rokok yang dibawa Jalar diterima mbok Pranacitra. “Murah benar harganya, seringgit dapat dua batang, kata mbok Pranacitra”. “Memang saya tawar dan berterus terang kalau rokok ini sebagai obat”. Mendengar laporan Jalar itu, Pranacitra buru buru minta rokonya segera disulut. Rokokpun segera menyala dan kemudian dirokok oleh Pranacitra. Asapnya berkepul kepul, Pranacitra dibuatnya megap megap. Tetapi seketika itu dahaknya keluar semua dan sembuhlah Pranacitra. Nadarnya pergi ke rumah Roro Mendut tidak dilupakannya. Istrinya diperintahkan untuk menyiapkan barang barang yang akan dibawa kesana. Pranacitra berganti pakaian dan sesudah itu berangkat ke Wirogunan dengan para pengikutnya. Pranacitra langsung menuju kedai Roro Mendut. Sesampainya disana Roro Mendut mempersilahkan masuk. Melihat pandangan dan senyum Roro Mendut Pranacitra jatuh cinta. Sejenak dalam hatinya ia sempat berkata, ”Kasihan, ia hanya sebagai penjual rokok”. Dibenak Pranacitra ingin memperistri dan menghidupinya. Pada saatnya Pranacitra berkata kepada Roro Mendut perihal tujuan kehadirannya dan menyerahkan barang bawaan kepada Roro Mendut. ” Ya, terima kasih,” jawab Roro Mendut. ” Saya kamu anggap sebagai dukun ataupun apa terserah, tetapi jika kamu mau menginap disini karena sembuh dari sakitmu mengi, janganlah. Tidak patut dilihat orang, orang laki laki membayar nadarnya dengan menginap ditempat orang perempuan. Apalagi saya mempunyai suami orang yang terpandang di Mataram. Pranacitra kecewa hatinya, agak menyesal hatinya telah jatuh cinta kepada Roro Mendut. Selesai makan diusirlah pulang Pranacitra dan diberinya oleh oleh rokok. Pranacitra segera pergi meninggalkan tempat itu meskipun hatinya tertambat disana. Dalam hati Pranacitra berkata ” Oh kekasihku, Roro Mendut. Belum legalah rasa hatiku. Nantikanlah saatnya. Akan kucarikan engkau guna guna yang ampuh”. Pranacitra yang masih ditengah perjalanan menuju rumahnya selalu bersenandung disepanjang jalan sambil melangkahkan kakinya. Bayangan akan kecantikan Roro Mendut tidak hilang hilang. Segera sesudah itu Pranacitra menggunakan aji sirepnya. Kedai rokok Roro Mendut laris dagangannya makin malam makin habis. Lalu ketika itu Roro Mendut turun dari tempat jualannya, menghampiri dan menarik tangan Pranacitra kerumahnya. Sesampainya didalam rumah, pintunya kemudian ditutup dan dikuncinya. Roro Mendut dipangku Pranacitra dan diciuminya hingga keduanya melepas kerinduan layaknya suami istri. Selesai melepaskan kerinduan sampai kepayahan. Keduanya segera ke pemandian untuk membersihkan diri. Kata Pranacitra kepada Roro Mendut ” Bagaimanakah jika kamu malam ini saya ajak mingat”. Ternyata Roro Mendut tidak menolak, karena ini telah terpengaruh guna guna. Roro Mendut lupa akan segala barang miliknya yang berharga karena ampuhnya guna guna Pranacitra. Sementara istri Pranacitra menunggu kedatangannya dirumah setelah melakukan nadarnya. Ternyata dalam rombongan yang kembali hanya Pranacitra yang tidak kelihatan. Ditanyakanlah pada rombongan yang telah berangkat tadi, mengapa Pranacitra tidak kembali. Lalu disampaikanlah berita apa adanya pada istri Pranacitra. Marahlah istri Pranacitra telah dikhianati, setelah mendengar laporan tadi, berucap “Tidak urung kamu akan mati beserta pelacur itu karena berani terhadap istri bupati”. Akhirnya istri Pranacitra balas dendam dengan menjalin asmara dengan Tumenggung Wiraguna. Pada akhirnya Sultan Agung mengetahui perselingkuhan antara Roro Mendut dan Pranacitra. Lalu diutusnya prajurit untuk menangkap hidup hidup pasangan Pranacitra dan Roro Mendut untuk dihukum mati. Setelah tertangkap memang benar keduanya di ikat dan dihunus dengan keris Sultan Agung tetapi eksekutornya adalah pengadilan yang dibentuk Sultan Agung pada saat itu. Roro Mendut tegar dan bertanggungjawab atas perbuatannya itu dan hukuman mati itulah yang ditunggu tunggunya. Ini sekilas asmara antara Roro Mendut dan Pranacitra dalam buku Babad Sultan Agung yang di terjemahkan oleh Soenarko H Poespito. Buku ini tidak diperjualbelikan namun bisa didapatkan di Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta.

Tuesday 29 September 2009

Jembatan Kali Godhi


Ini adalah gambar jembatan kali godhi. Dari arah simpang lima bila mau menuju Trangkil atau Tayu pasti melewati jalan atau jembatan ini. Di depannya tidak jauh adalah rumah sakit RAA. Suwondo Pati.

Pasar Puri


Ini gambar di daerah pasar Puri Pati. Dulu sebelah kanan dari gambar adalah pasar puri yang sekarang sudah menjadi ruko. Sedang disebelah kiri sekarang menjadi pusat jajan dan makanan juga penjual buah buahan. Dulu menjadi pusat pasar malam ya kota Pati.

Rumah Pemotongan Hewan


Ini adalah gambar rumah pemotongan hewan di Pati tepatnya di desa Parenggan. Entah kapan berdirinya, bangunan ini termasuk kuno dan perlu dijaga kelestariannya. Ketika era tahun 70-an waktu masih SD. Bersama teman teman minggu pagi jalan jalan lihat sapi dipotong di bangunan ini

Pentol Godhi


Berikut Pentol Godhi, gambar diambil dari pertigaan depan rumah pemotongan hewan jalan dokter Susanto. Diambil saat mudik 1430 H. Sekarang tiap sore hingga malam hari dekat pentol banyak PKL ada es degan, kue serabi dan aneka wedang.

Monday 28 September 2009

Pentol Blaru


Pentol Blaru adalah salah satu nama tugu batas kota pada waktu itu. Pentol ini mempunyai nilai sejarah yang tinggi bagi kota Pati. Bisa juga menjadi bangunan bersejarah. Entah kapan pentol ini dibuat yang mesti masyarakat Pati menyebutnya Pentol. Sebelumnya ada empat pentol namun sekarang hanya tersisa dua yaitu pentol Blaru dan pentol Godhi.

Monday 14 September 2009

Istana Bogor


Istana Bogor ini diambil gambarnya pada bulan Agustus 2009 ketika kami berkunjung ke kota ini dalam suatu acara. Pada saat lampu merah kami berhenti dan sempatkan ambil gambar ini. Mengingat istana ini penuh makna dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

Wednesday 2 September 2009

Touring BKM KMS


Gambar disamping adalah teman teman dari BKM KMS Banyumanik Semarang sedang intirahat sambil belanja dari perjalanannya Wonosari - Semarang. Gambar diambil perjalanan pulang dari Wonosari Gunung Kidul ke arah Yogyakarta. Merupakan jalur berliku menjelang daerah yang dikenal dengan tikungan irung petruk.

AmazingCounters.com